Friday, January 15, 2016

Menguak Mitos Seputar Air Alkali (Part I)

kategori: kesehatan

Belakangan ini, 'alkaline water' (air alkali) atau di Jepang lebih dikenal dengan merk dagang 'kangén water' (baca: air kangーgén) namanya mulai sering terdengar, yang diklaim sebagai 'air ajaib'. Yang dimaksud dengan air alkali adalah air yang memiliki pH > 7 (jika pH > 7 maka suatu zat dikatakan bersifat basa / alkali). Air yang dapat diproduksi di pabrik maupun di rumah (dengan membeli peralatan yang bernama ionizer) ini memiliki pH > 7, dan dikatakan bisa menyembuhkan berbagai penyakit, dari flu sampai kanker. Di kantor, setidaknya 1 orang teman di divisi saya mengkonsumsi / meminum air ini secara rutin. Di alam, air alkali dapat dijumpai pada air terjun, mata air, dan air zamzam. Tetapi, benar gag 'sih, bahwa air alkali (yang dibuat melalui mesin) dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit? Apakah air alkali memang benar bermanfaat, ataukah ini hanya akal - akalan pihak produsen saja? Mari kita lihat mitos - mitos seputar air kangén (還元水 ; kang-gén-sui) dan juga teman - temannya, dan saya akan mencoba menganalisis untuk mengungkap fakta mengenai klaim seputar air alkali ini... Semoga artikel ini dapat memberikan pencerahan bagi kita semua.

contoh air alkali yang dijual di Jepun
(sumber: dok. pribadi)
MITOS SATU. Air alkali baik untuk penderita asam lambung.
Untuk penderita refluks asam lambung, meminum air alkali dapat membantu menetralisir asam lambung, dan hal ini terdengar logis dan  masuk akal. Memang klaim ini tidak salah, justru klaim pernyataan ini sangat benar. Tetapi jika ditelaah dalam konteks ilmu Kimia, terdapat kejanggalan. Dalam konteks Kimia sederhana, air alkali dengan pH = 8 dapat diasumsikan mengandung ion yang equivalen (setara) dengan 0.000 001 mol OH / L. Sedangkan lambung yang memiliki pH = 3 dapat dianggap mengandung ion yang setara dengan 0.001 mol
H+ / L. Artinya, bahkan jika kita meminum 2 L air alkali yang memiliki pH = 8, secara matematika sederhana (sebenarnya ada hitungan rumitnya, yang mungkin akan memberikan hasil yang berbeda), dapat dihitung bahwa lambung pada pH = 3 hanya perlu mensekresikan asam lambung sebanyak 2 mL untuk menetralkan 2 L air alkali pada pH = 8, dan hal ini dapat berlangsung dalam sekejap. Bahkan, pada pH = 2, air alkali sebanyak 2 L pada pH = 8 dapat akan langsung dinetralisir oleh 0.2 mL (hanya 1 ~ 2 tetes saja...!!) asam lambung. Lagipula, air alkali hanya dapat menetralkan asam lambung yang sudah diproduksi oleh lambung, bukan mencegah / membatasi produksi asam lambung, sebagaimana obat golongan PPI. Bahkan jika air alkali yang diminum memiliki pH = 10 sekalipun (yang mana akan membawa dampak buruk ke katup LES), efek penetralan asam lambung ini hanya akan berlangsung selama beberapa jam (paling lama 3 jam) seperti halnya antasida (obat maag), karena asam lambung akan segera diproduksi lagi setelahnya. Lantas, apa yang akan dilakukan jika asam lambung kembali diproduksi? Mengkonsumsi kembali air alkali? Jika begini polanya, penderita asam lambung akan menjadi bergantung kepada air alkali untuk 'menyelesaikan masalahnya' setiap kali masalah itu (keluhan asam lambung) muncul. Lalu, siapakah yang mendapat keuntungan paling banyak dari penjualan air alkali ini? Pertanyaan ini tidak perlu saya jawab.
 
Padahal, penderita asam lambung harusnya fokus untuk mencari faktor pencetus (penyebab), yang mengakibatkan asam lambungnya diproduksi secara berlebihan. Tindakan meminum air alkali untuk menetralkan asam lambung mungkin tidak salah, tetapi tidak bijaksana, karena tidak akan pernah menyelesaikan masalah yang sebenarnya. Tindakan ini hanya akan menghilangkan keluhannya saja untuk sementara waktu, dan di lain pihak hal ini juga dapat menyebabkan ketergantungan. Di satu sisi, keluhan asam lambung bisa jadi justru disebabkan karena kurangnya produksi asam lambung. Atau karena penyebab lainnya. Bahkan, penderita kelebihan asam lambung pun dapat memperoleh kelegaan dengan mengkonsumsi lemon / jeruk nipis peras atau ACV (apple cider vinegar alias cuka apel), dan tidak harus dengan air alkali. Mengenai hal ini, semoga bisa saya bahas di lain waktu. Jadi, mereka yang menderita keluhan 'asam lambung' belum tentu disebabkan karena asam lambung yang diproduksi secara berlebihan. Di dalam lambung sendiri, terdapat gastric mucosal barrier (lapisan pelindung) yang berfungsi untuk melindungi lambung agar tidak terluka oleh asam lambung yang dihasilkannya sendiri. Gastric mucosal barrier dapat menjaga agar lambung tidak rusak, bahkan mampu melindungi lambung sampai pada pH = 1, pH di mana bahkan beberapa jenis logam pun dapat meleleh. Hanya saja, walaupun gastric mucosal barrier mampu melindungi lambung dari asam, tetapi tidak mampu melindungi lambung dari basa. Air alkali dengan sifat basa yang kuat (pH = 9 atau lebih) berpotensi merusak lapisan gastric mucosal barrier (artikel dapat dibaca di sini). 


tidak ada jaminan bahwa air alkali
dapat mengobati asam lambung
(sumber: Internet)

MITOS DUA. Air alkali dapat membantu tubuh melawan kuman.
Saya banyak membaca di blog maupun website bahwa air alkali dapat membantu tubuh untuk melawan kuman. Saya juga membaca penjelasannya, tetapi banyak hal yang saya tidak mengerti, karena penjelasannya terasa ganjil. Tetapi, yang saya tahu, sejak SD guru IPA saya selalu mengajarkan bahwa lambung berfungsi menghasilkan asam lambung yang salah satu fungsinya adalah untuk membunuh kuman penyakit. Memang, pH kerja lambung berkisar antara pH = 1 ~ 3, dan banyak bakteri (kuman penyakit) akan mati pada saat pH < 3.5. Jika air alkali yang cukup kuat (pH = 9 atau lebih) dapat menetralkan asam lambung (seperti dituliskan di atas), berarti lambung akan menjadi relatif basa (pH > 5). Lalu bagaimana lambung -- yang berfungsi sebagai pertahanan lapis pertama -- dapat menjalankan fungsinya untuk membunuh kuman penyakit, jika pHnya tidak cukup asam, karena sebagian atau seluruhnya telah dinetralkan oleh air alkali? Ambil contoh, bakteri Helicobacter pylori, yang akan mati pada suasana asam dan akan aktif sebagai mikroba patogen pada suasana relatif basa. Memberikan air alkali pada mereka yang terinfeksi Helicobacter pylori cukup beresiko, karena bakteri tersebut bisa saja menjadi aktif dan berkembang biak dengan cepat.

Lalu, ada juga resiko berkembangnya yeast Candida albicans jika pH lambung tidak cukup asam. Yeast Candida albicans dapat berkembang dan menyebabkan penyakit keputihan pada kaum wanita apabila pH organ intimnya naik. Dan faktanya, yeast Candida albicans dapat menyebabkan ratusan masalah kesehatan yang tidak hanya 'mengancam' kaum hawa saja. Yeast Candida albicans jauh lebih menakutkan daripada bakteri Helicobacter pylori, karena benar - benar dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan bahkan penyakit, mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, mulai dari kebotakan, jamur pada kuku kaki, gangguan konsentrasi, berkurangnya kepekaan lidah dalam mengecap rasa makanan, sinusitis, gangguan pencernaan, perut kembung, malnutrisi (kurang gizi), gangguan emosional, nafsu makan yang tidak terkendali, anemia, diare yang [hampir] tidak bisa diobati, bahkan [saya pribadi juga percaya bahwa] yeast Candida albicans juga dapat menyebabkan penyakit lupus dan autoimmunity disorder lainnya. Di dalam saluran pencernaan, probiotik yang berada di dalam usus kita berusaha untuk mengendalikan populasi yeast Candida albicans dengan mensekresikan (mengeluarkan) berbagai jenis senyawa asam, seperti asam laktat, asam format (misal Bifidus), asam asetat (
misal B. bifidum), asam linoleat (misal L. acidophilus), dll. Saya belum pernah mendengar ada probiotik yang mengeluarkan senyawa basa. Sedangkan yeast Candida albicans akan berubah bentuk dari bentuk uniseluler menjadi bentuk hyphae yang sangat berbahaya dalam kondisi pH yang lebih tinggi. Oleh karena itu, yeast Candida albicans sering disebut sebagai 'naga tidur', karena jika ia sampai 'bangun', maka masalah besar segera akan datang. Saya mungkin akan mencoba membahas tentang yeast ini di lain kesempatan. 

perubahan pH usus ke arah basa dapat berakibat pada
bertumbuhnya bakteri patogen secara tidak terkendali
(sumber: Internet)

MITOS TIGA. Darah kita memerlukan suasana basa.
pH darah manusia berkisar di antara pH = 7.35 ~ 7.45, yang berarti memang sedikit basa (karena pH > 7). Pendukung air alkali sering menyebutkan bahwa makanan yang termasuk ke dalam 'acid forming foods' (makanan yang banyak mengandung protein / lemak) jika dicerna akan menghasilkan 'sisa asam', dan sisa asam ini akan masuk terserap ke dalam darah, sehingga membuat pH darah kita menjadi asam. Oleh karena itu kita harus minum air alkali untuk menjaga agar pH darah kita tidak asam, begitulah yang dijelaskan oleh pendukung air alkali. Saya tidak tahu darimana mereka (pendukung air alkali) bisa memiliki pemikiran, anggapan, dan kepercayaan seperti itu. Tetapi, yang saya tahu, mereka mungkin tidak pernah belajar mengenai reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh kita. Tubuh kita adalah suatu 'mesin' yang hebat, yang memiliki 'sensor' yang hebat, dan dikendalikan oleh 'komputer' yang hebat pula, agar selalu mampu mempertahankan 'kondisi operasinya'. Memang pencernaan protein / lemak akan menghasilkan suatu senyawa yang asam (contoh: asam amino, asam lemak, dll.) yang akan terserap ke dalam darah. Tetapi di dalam darah senyawa yang bersifat asam ini akan dihilangkan keasamannya oleh bikarbonat di dalam darah, yang bertindak sebagai buffer (penyangga) pH, menghasilkan carbonic acid (H2CO3). Selanjutnya carbonic acid ini akan dibawa menuju paru - paru, di mana terjadi reaksi yang menghasilkan CO2 dan H2O (air). CO2 (karbondioksida) ini akan dikeluarkan melalui pernafasan. Dengan demikian, tubuh kita berusaha mempertahankan pH-nya agar tidak jatuh (menjadi asam). Dan seperti dituliskan di atas, hal ini terjadi secara 'otomatis', Tuhan sudah menciptakan tubuh kita lengkap dengan segala 'sistemnya'. Lagipula, jika memang pH darah kita dapat berubah sedemikian mudahnya hanya karena makanan seperti diklaim oleh para pendukung air alkali tersebut, maka nenek moyang kita yang hidup sejak 2 juta tahun yang lalu dan hidup dengan mengandalkan berburu pastilah telah mati karena darahnya menjadi asam, sebagaimana 'dituduhkan' oleh para pendukung air alkali. Jika memang benar, maka manusia akan punah, dan tentunya para pendukung air alkali ini tidak akan pernah punya kesempatan untuk membuat teori aneh seperti ini. Sepertinya para pendukung air alkali juga melupakan fakta penting dalam sejarah.

Hal yang kedua adalah, para pendukung air alkali percaya segala aktivitas fisik dan stress dapat menghasilkan senyawa asam, sehingga air alkali harus dikonsumsi untuk meningkatkan pH darah mereka agar tidak menjadi asam. Memang, pH urin (air seni) kita dapat berubah tergantung apa yang kita makan. Begitu juga halnya dengan pH colon (usus), dapat berubah sedikit walaupun sulit, karena pada dasarnya tubuh selalu punya mekanisme untuk mempertahankan 'kondisi idealnya'. Perlu diperhatikan bahwa, perubahan pH pada colon dapat berdampak pada kesehatan (kapan - kapan saya akan bahas, juga tentang acid and alkaline diet). Sedangkan pH darah, yang berkisar di antara pH = 7.35 ~ 7.45 tidak dapat diubah semudah itu. Lebih tepatnya hampir tidak dapat diubah. Aktivitas fisik memang dapat menurunkan pH darah karena timbunan asam laktat di dalam otot dan darah. Sedangkan stress lebih memacu pembentukkan ROS (Reactive Oxygen Species), yaitu suatu radikal bebas, yang lebih mengkhawatirkan daripada pembentukkan senyawa asam. pH darah sendiri dapat berubah menjadi turun (lebih asam) atau naik (lebih basa) karena beberapa faktor. pH darah yang turun sampai pH < 7.3 disebut blood acidosis, dan dapat terjadi karena beberapa hal, seperti: kegemukan, berolahraga terlalu keras, diare, masalah pada ginjal, berada di tempat yang sangat tinggi (> 3000m), penggunaan obat - obatan seperti aspirin dan konsumsi alkohol, dll. Sedangkan pH darah yang berada pada pH > 7.5 akan beresiko mengakibatkan darah menjadi terlalu basa (blood alkalosis). Blood alkalosis dapat terjadi karena: muntah, masalah pada ginjal, menyelam terlalu dalam dan / atau terlalu lama, penggunaan Oksigen murni yang berlebihan, dll.

pH darah tidak dapat dirubah hanya karena air alkali yang kita minum. Hal ini terjadi karena tubuh kita akan berusaha mengeluarkan kelebihan mineral melalui ginjal (ekskresi air seni), paru - paru (ekskresi bikarbonat), dan kulit (ekskresi keringat). Sebagai contoh yang mudah, sehabis berolahraga, tubuh kita menjadi asam karena akumulasi asam laktat yang 'menyebar' (bersirkulasi) di dalam darah, dan kita bernafas lebih cepat untuk membuang CO2 dan mendapatkan O2 yang lebih banyak, yang akan mengurangi tingkat keasaman pada darah secara berangsur / perlahan. Lalu apa hubungan antara bernafas cepat dengan menormalkan pH darah yang 'asam' setelah berolahraga? Bagi yang [pernah] belajar Biokimia, asam laktat yang dihasilkan oleh sel dan 'dilepaskan' ke peredaran darah akan terlarut di dalam darah. Asam laktat yang terlarut di dalam darah akan 'ditangkap' sebagian oleh organ hati / liver. Asam laktat ini lalu akan dioksidasi menjadi senyawa piruvat dengan bantuan enzim lactate dehydrogenase. Senyawa piruvat yang dihasilkan lalu masuk ke mitokondria, untuk mengalami reaksi berikutnya. Dalam tahapan berikutnya, ada 2 kemungkinan reaksi biokimia. Pertama, piruvat akan masuk ke 'siklus asam sitrat' menghasilkan senyawa ATP yang merupakan sumber energi tubuh dengan bantuan enzim pyruvate dehydrogenase complex. Kemungkinan kedua, adalah reaksi yang dinamakan 'jalur gluconeogenesis', di mana piruvat akan bereaksi dengan molekul bikarbonat menghasilkan senyawa oxaloacetate dengan bantuan enzim pyruvate carboxylase, dan setelah mengalami serangkaian reaksi pada akhirnya akan kembali menghasilkan glukosa. Reaksi oksidasi asam laktat ini membutuhkan lebih banyak Oksigen, dan inilah alasan kita bernafas lebih cepat ketika / setelah berolahraga. Setelah berolahraga, tubuh kita 'mengubah' asam laktat menjadi senyawa ATP atau glukosa, sehingga pH darah [diharapkan] dapat kembali berangsur normal setelah berolahraga, tanpa perlu bantuan dari air alkali. Memang, reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh untuk menormalkan kondisi tubuh (misal: pH darah) sangatlah sulit, sehingga orang awam (termasuk pendukung air alkali) seringkali membuat teori sendiri yang 'disederhanakan' dengan menambahkan imajinasi mereka, dan celakanya justru teori palsu ini (mengenai manfaat air alkali untuk memelihara pH darah) terlihat lebih meyakinkan sehingga 'beredar luas' di khalayak. 


berhati-hatilah terhadap klaim mengenai suatu
produk yand mungkin dapat menyesatkan
(sumber: animé)

MITOS EMPAT. pH urin merupakan gambaran / cerminan dari pH darah.
Anggapan ini lagi - lagi SALAH, karena pH urin bergantung pada apa yang dimakan atau diminum, dan dalam banyak kasus tidak mencerminkan pH dalam darah. Mereka yang suka mengkonsumsi sayur akan cenderung mengeluarkan urin dengan pH basa (walau dalam beberapa kasus bisa saja asam, seperti misalnya pada gandum), sedangkan mereka yang suka mengkonsumsi daging akan mengeluarkan urin dengan pH asam. Walaupun konsep pH sendiri baru diperkenalkan pada tahun 1900an oleh ilmuwan Denmark bernama Søren Sørensen, tetapi konsep asam - basa dan indikatornya sudah cukup dikenal oleh para ahli kimia dan kedokteran sejak tahun 1700an. Untuk membuktikan apakah jenis makanan dapat mempengaruhi derajat keasaman urin (pada waktu itu, konsep pH belum ditemukan, tetapi konsep asam / basa sudah ada), percobaan pada obyek non-manusia (yaitu kelinci) pernah dilakukan pada tahun 1846 (artikel dapat dibaca di sini). Kelinci yang lucu imut - imut dan tak berdosa itu dijadikan sebagai obyek percobaan dan 'dipaksa' untuk memakan daging selama beberapa bulan, dan selama percobaan tersebut tingkat keasaman urinnya dimonitor. Pada penelitian ini, sebelum percobaan dilakukan, seluruh kelinci memiliki urin yang bersifat basa. Selama percobaan, kelinci pada 'control group' (diberi makan sayuran) tetap memiliki urin dengan sifat basa, sedangkan kelinci pada 'variable group' (diberi makan daging) memiliki urin dengan sifat asam. Dengan ilmu saat ini, sifat asam pada urin yang dihasilkan oleh kelinci (dan juga manusia) yang memakan daging dalam jumlah yang cukup banyak disebabkan karena daging mengandung senyawa cysteine dan methionine, yang akan dimetabolisme menghasilkan senyawa asam. Asam ini akan disekresikan melalui saluran kemih, sehingga menurunkan pH urin menjadi asam. Sedangkan senyawa yang terdapat dalam sayuran dan buah - buahan akan 'disederhanakan' menjadi senyawa sederhana seperti citrate dan malate yang untuk selanjutnya akan diubah menjadi senyawa bikarbonat oleh liver. Bikarbonat adalah senyawa basa yang akan diekskresikan melalui urin.

Oleh karena senyawa dari makanan yang dicerna dan diserap oleh tubuh akan 'diangkut' oleh darah ke seluruh tubuh, maka senyawa asam / basa yang terbentuk atau dihasilkan dari sisa proses pencernaan maupun hasil metabolisme akan 'diangkut' juga ke 'tempat pembuangan'. Tempat pembuangan itu adalah (1) ginjal, (2) paru - paru, dan (3) kulit. Oleh karena paru - paru hanya bisa mengeluarkan CO2 untuk mengeluarkan kelebihan bikarbonat dalam darah, sedangkan ekskresi melalui kulit (keringat) jumlahnya tidak terlalu banyak (kecuali saat berolahraga atau kepanasan), maka ekskresi melalui ginjal (dalam bentuk urin) merupakan kunci utama dalam mempertahankan pH darah. Sehingga, kelebihan asam ataupun basa akan dikeluarkan paling banyak melalui urin, sehingga inilah alasan mengapa pH urin orang yang sehat akan bervariasi di antara pH = 5.5 ~ 7.5. Tetapi, karena satu dan lain hal, misalnya menahan kencing, pola makan, dan sebagainya, pH urin dapat pula berada di kisaran pH = 4.2 ~ 8. pH urin yang terlalu asam (pH < 5.1) akan berpotensi menimbulkan batu ginjal, sedangkan pH yang terlalu basa (pH > 7.5) akan membuat saluran kelamin menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Sedangkan pH > 8.1 dalam waktu lama dapat mengindikasikan adanya infeksi pada saluran kencing atau kelamin. Berdasarkan penjelasan ini, di mana 3 organ tubuh (ginjal, paru - paru, kulit) memiliki fungsi untuk mengeluarkan kelebihan asam / basa, maka bisa kita simpulkan bahwa tugas mereka adalah untuk menjaga pH darah kita. Dengan kata lain, pH darah kita akan selalu berada pada kisaran pH = 7.35 ~ 7.45. Artinya, pH darah tidak berhubungan dengan pH urin.

pH darah bisa menjadi tidak terkendali jika ginjal mengalami kerusakan atau metabolisme tubuh yang abnormal. Jika ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik, maka kelebihan asam / basa tidak dapat diekskresikan, sehingga akan terakumulasi di dalam darah dan mempengaruhi pH darah. Jika hal ini terjadi, maka akan sangat berbahaya, karena pH darah dapat berubah dengan mudah, dan jika pH darah berada di luar batas normal (< 7.2 atau > 7.6) maka dapat menjadi berbahaya dan berujung pada kematian. Dalam kasus seperti ini, menjaga (mempertahankan) pH darah melalui makanan / minuman memang menjadi sangat penting, tetapi tentunya akan jauh lebih susah daripada hanya sekedar 'alkaline diet' atau 'alkaline water' saja. Walaupun begitu, air alkali mungkin dapat berguna untuk mencegah pembentukan batu ginjal, yang dapat terbentuk jika urin memiliki pH asam dalam rentang waktu yang lama. Tetapi, perlu diingat juga, bahwa jika pH urin terlalu basa dalam rentang waktu yang lama, hal ini juga dapat 'mengundang' bakteri penginfeksi kandung kemih / kelamin untuk bermukim. Jadi, mempertahankan pH urin supaya menjadi basa tidak selamanya baik. 

Pada mereka yang mengalami metabolisme yang tidak normal, yang disebabkan oleh penderita diabetes melitus tipe 1, tubuh tidak dapat memproduksi insulin. Insulin diperlukan untuk mengubah gula darah (glukosa) menjadi gula otot (glikogen), karena otot hanya bisa menggunakan gula dalam bentuk glikogen. Pada penderita diabetes, otot tidak bisa menggunakan gula yang tersedia dari dalam darah. Akibatnya, tubuh harus mencari sumber energi lain. Sehingga, metabolisme akan berlangsung melalui proses biokimia yang bernama 'ketosis'. Pada proses ini, lemak sebagai sumber energi melalui proses ketosis ini akan diuraikan menjadi senyawa yang bernama golongan keton. Senyawa keton yang lazim diproduksi oleh tubuh bernama acetoacetic acid dan β-hydroxybutyrate acid. Sesuai namanya, keton ini bersifat asam dan jika terakumulasi di dalam darah akan menyebabkan pH darah menjadi turun (bersifat asam). Kondisi ini dinamakan ketoacidosis. Dalam kasus ini, pemberian air alkali atau suntikan bicarbonate IV (intravenous) -- walaupun kontroversial -- dapat menjadi salah satu solusi. Ketoacidosis (pH darah yang menjadi asam karena akumulasi keton yang berasal dari proses metabolisme bernama 'ketosis') dapat terjadi juga pada mereka yang mengkonsumsi daging sebagai makanan utama serta asupan karbohidrat yang sangat sedikit (kurang dari 50 gram per hari) dalam waktu lama, sebagaimana dilakukan oleh para penganut Paleo diet. Perlu diperhatikan bahwa pada orang normal yang menjalani Paleo diet (makanan yang mayoritas mengandung protein dan lemak), kadar gula darah akan tetap normal karena gliserol yang berasal dari molekul lemak akan diubah menjadi glukosa melalui proses yang bernama gluconeogenesis, untuk selanjutnya sebagian kecil glukosa akan diubah lagi menjadi glikogen dengan bantuan hormon insulin. Akan tetapi, karena akumulasi keton dalam darah berpeluang untuk berkembang menjadi ketoacidosis, jumlah asupan lemak dan protein harus dihitung dan dimonitor dengan benar.


walaupun pH urin tidak berhubungan dengan pH darah,
sangatlah penting untuk memeriksakannya secara berkala
(sumber: ada deh... )
MITOS LIMA. Air alkali dapat menghasilkan mineral alkali yang bermanfaat bagi kesehatan.
Produsen dan pendukung air alkali mengklaim bahwa air alkali dapat menghasilkan mineral alkali seperti Ca (kalsium), Na (natrium / sodium), K (kalium), Fe (besi), Ma (magnesium), dan lain - lain, yang bermanfaat bagi kesehatan. Mineral ini akan diserap dalam bentuk ion. Faktanya, tidak semua mineral akan diserap dalam bentuk ion. K dan Na memang akan lebih mudah diserap dalam bentuk ionnya, sedangkan Mg dan Ca dapat diserap dalam bentuk anorganik (ion) ataupun organik (misal: Mg-gluconate). Beberapa mineral lain, seperti Fe biasanya diserap paling baik dalam bentuk heme iron (yaitu suatu senyawa organik di mana ion
Fe2+ berikatan pada suatu senyawa protein) dibandingkan dengan ion Fe2+ nya. Bahkan, ion Fe3+ sangat sulit untuk diserap oleh tubuh. Sehingga, klaim bahwa air alkali mengandung ion logam yang mudah diserap oleh tubuh jelas menyesatkan, karena tidak semua mineral mudah diserap oleh tubuh dalam bentuk ionnya. Tingkat kemudahan suatu zat / nutrisi / mineral untuk dapat diserap oleh tubuh disebut dengan bioavailability.

contoh stuktur heme iron (kiri) dan Mg-gluconate (kanan)
(sumber: Internet)


Salah satu senyawa basa yang dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh dan mampu mengubah pH darah (walaupun efeknya hanya sementara) adalah ion bikarbonat (HCO3 -). Masalahnya, karena air alkali dihasilkan dari alat yang disebut ionizer (yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolisis), sangatlah sulit untuk menghasilkan ion bikarbonat dari reaksi elektrolisis, mengingat kita tidak dapat mengatur komposisi dan kandungan senyawa yang terdapat di dalam air baku. Lantas, dari manakah air baku tersebut berasal? Apakah dari air sumur? Atau dari sumber mata air? Atau dari sungai? Kita tidak pernah tahu senyawa apa saja yang terdapat di dalam air baku, dan walaupun alat ionizer -- baik yang dipasang di rumah ataupun pada pabrik tempat air alkali diproduksi -- biasanya (dan seharusnya) diperlengkapi dengan carbon filter yang ditempatkan sebelum alat ionizer, tetapi beberapa jenis senyawa baik ionik (misal: senyawa fluorin, ion nitrate, dll) maupun non-ionik (misal: sisa pestisida, limbah dari sabun, dll.) tetap bisa lolos dari filter dan masuk ke ionizer, dan ketika senyawa tersebut dielektrolisis, kita juga tidak tahu senyawa apa yang akan dihasilkan dan seberapa besar potensi bahayanya bagi kesehatan. Resiko ini akan meningkat jika carbon filter tidak dibersihkan / diganti secara berkala. Juga, pada mesin penghasil air alkali (baik yang dipasang di rumah maupun di pabrik) biasanya memiliki elektrode dari platinum ataupun timbal, dengan bagian dalam mesin yang dilapisi nikel. Logam berat seperti platina, nikel, arsen, timbal, kadmium, dll. dapat 'dilepaskan' oleh instalasi penghasil air alkali ini pada saat proses elektrolisis berlangsung, yang bertujuan agar pH > 7 dapat dicapai, sehingga dapat disebut sebagai air alkali. Logam - logam ini sangat beracun dan berbahaya bagi kesehatan. Alih - alih bermanfaat bagi kesehatan seperti apa yang dijanjikan produsen, faktanya malah [berpotensi] membahayakan kesehatan.
 

Bersambung ke PART II (klik di sini)

P.S.:
Jika ingin mengutip sebagian artikel ini, anda dipersilahkan melakukannya. Tetapi, harap dituliskan sumbernya. Dibutuhkan waktu cukup lama untuk menulis artikel ini, jadi hargailah hasil dan hak intelektual milik orang lain. Terima kasih telah mengunjungi blog ini.

 

1 comment:

  1. rada bingung....
    tapi keren, lengkap...
    keep posting ya Pak....

    ReplyDelete